Bersabar
lah,!!!
Tampak
sekali melekat intervensi pemerintah pada perusahaan pers didaerah saya.
“Layaknya penjilat-pecundangi negeri sendiri”. Nauzubillahiminzalik.
Agaknya,
mereka P3 (Pewarta Penjilat Pemerintah) hanya memikirkan “uang kotor toh hanya
akan menjadi kotoran” dengan menjual nurani kemanusiaan-nya, timbal-baliknya
kesejahteraan sedikit dijamin pemerintah dengan memberikan perhatian khusus dan
kontribusi besar bagi perusahaan dan juga P3 dengan catatan tidak mencampuri
urusan hukum pihak pemerintah daerah (bisa dibilang termasuk unsur muspida)
meski pun data yang diperoleh bersifat A1 nyata pidana-nya.
Hal
tersebut seperti ada semacam kesepakatan atau MoU di kedua belah pihak, nyata
sekali diskriminasi terhadap sesama perusahaan pers disitu. Sedikit contoh bagi
perusahaan P3 seperti oplah surat kabar mereka di tingkatkan karena akan
menunjang reputasi dari kinerja pemda, apabila ada sebuah kegiatan pemerintah
daerah maka mereka P3 segera mendapatkan informasi dari bagian humas agar
melakukan peliputan, dan akan mendapat uang liputan, setelah selesai
liputan-ada pun diantaranya mereka duduk dimeja staf humas untuk merilis berita
liputan-nya. Ironisnya, seolah P3 itu punya meja sendiri di bidang humas bahkan
hampir setiap hari. Berita Headline buat mereka adalah sebuah berita peristiwa
apabila melibatkan seorang masyarakat awam, misalnya jika ada seorang
masyarakat awam ditangkap karena sesuatu hal atau dituding karena melakukan
pelanggaran, maka akan disorot.
Bukan
saya iri atau dengki, boleh-boleh saja melakukan hal seperti itu, namun sebagai
jurnalis mestilah berjiwa nasionalis, patriot dan kesatria serta terbuka dan
berimbang sebagai mana diatur dalam UU Pokok Pers, tidak hanya duduk-duduk
berbincang diruangan humas lantas membuat berita seremonial dimeja humas,
sedangkan diluar sana bertumpuk masalah besar kerap terjadi bahkan diwilayah
tempat tinggalnya sendiri nyata terjadi ketimpangan hukum-masyarakat menjerit
akibat sebuah bentuk kesewenangan-pelanggaran hukum diabaikan begitu saja.
Memang
sih, peran media dinilai sebagai salah satu fungsi kontrol pelaksanaan
pembangunan di daerah ini harus mampu memberikan sajian informasi terbaik bagi
masyarakat. Tapi bukan untuk mengkebiri jiwa nasionalis jurnalistik dalam
membantu proses penegakan hukum didaerah ini demi “uang kotor toh hanya akan
menjadi kotoran”.
Anehnya
pun jika ada pewarta yang mencoba memuat sebuah berita kasus menyinggung nama
besar pejabat pemda atau unsur muspida meskipun data-nya akurat tidak akan
diterima oleh redaksi. Atas dasar itulah banyak kontribusi yang mereka
dapatkan-yang sebenarnya mereka menyadari telah menjual moralnya sendiri. Lain
hal-nya dengan media yang sering membongkar masalah yang ada didaerah, meski
sama-sama media cetak mingguan akan dikucilkan pemda dan terasa
dikebiri-terlihat jelas diskriminasi, banyak alasan untuk menolak surat kabar
yang dicetak mingguan tersebut, ada pun diterima tapi hanya tidak seberapa
(artinya antara cost pemasukan dengan pengeluaran tidak seimbang) lama-lama
berakibat kebangkrutan perusahaan. Pasalnya, media itu dinilai hanya akan
menjatuhkan nama baik mereka jika kasusnya terbongkar karena bersifat akan
merugikan oknum pejabat yang bobrok tanpa kecuali.
|
Stop Diskriminasi terhadap Pers!
Written By Unknown on Wednesday 26 June 2013 | 04:19:00
Label:
BERITA
Post a Comment